loading...

Friday, October 5, 2012

Negeri Indah yang Tergerus, ke Mana Kita?

Alkudri Hadiri Malam Berseni-seni dalam Lagu dan Puisi di Mifan

Dulu negeri ini damai, makmur dan bersinar! Dulu negeri ini murah senyum. Penuh canda, penuh tawa seiring rasa bersaudara yang serumpun dan sekata. Masihkah pusaka kita bersaudara, serumpun berbekas di sanubari?

CACI, maki, hujatan, pekikan berkumandang tanpa jeda. Bedil meletus, bom membakar memang­gang sesama. Apakah gebalau ini jadi warisan kekal kita? Atau biarlah sama-sama tak peduli dan jadi utang pada negeri ini, atau kita tanya hati nurani?

Itulah penggalan puisi Halius Hosen yang dibacakan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar dalam acara “Berseni-seni dalam Lagu dan Puisi” yang diselenggarakan Forum Wartawan Padang Mudiak bekerja sama Forum Komunikasi Artis dan Seniman Minangkabau (Forkasmi) beserta Bengkel Seni Pelangi Ranah Minang, Sanggar Seni Gastarana.
Acara berlangsung di auditorium Mi­fan Padangpanjang, Minggu (9/9) ma­lam. Dihadiri sejumlah seniman, tokoh ma­syarakat Sumbar, dan Wali Kota Pa­dangpanjang Suir Syam, Wali Kota Bu­kittinggi Ismet Amzis beserta Sekretaris Kota  Bukittinggi Yuen Karnova, Ketua REI Sumbar Alkudri dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sumbar, Yusman Kasim.
Dalam acara berseni-seni yang didukung Minang Fantasy sebagai tanda kepedulian pada seni dan budaya Minang­kabau tersebut, Halius Hosen yang kini menjabat Ketua Ko­misi Kejaksaan RI me­nyam­paikan orasi kebudayaan da­lam tema “Negeri Indah yang Tergerus”.

Dalam orasi yang dila­ku­kan dengan saluang dan bansi itu, Halius seperti tak mampu menyembunyikan kepri­ha­ti­nan­nya terhadap kondisi bang­sa kita terkini ketika se­mangat cinta tanah air, rasa nasio­nalisme tergerus.

Ia mengungkapkan, “Ka­dangkala hati ini bertanya, masihkah tersisa kebanggaan pada negeri ini?”

Sementara negara te­tang­ga, Malaysia berpacu ber­gandengan tangan, bersuka cita bersama mengangkat me­mugar miliknya, negerinya. “Apakah kita kehi­langan rasa atau memang semua bukan milik kita. Bukan tang­gung­­jawab kita. Masihkah kita bergidik bangga dan bahagia ketika mendengar alunan ra­bab, talempong, saluang atau rebana. Atau mungkin kita sudah mati rasa. Di mana kita? Ke mana kita? Atau mungkin kita tiada?”

Halius Hosen memang di­ke­nal gemar bersastra-sastra dan bermusik sejak belia se­masa tergabung di Bengkel Seni Anekaria. Dia juga sosok bersahabat dengan para sen­i­man. Ia tercatat sebagai pem­bina dan pendiri Sanggar Gas­tarana, Bengkel Seni Pelangi Ranah Minang dan Forkasmi.

Pada malam itu, Halius meluncurkan 20 puisi bertajuk “Puisi untuk Negeri” yang antara lain dibacakan Wako Padang Fauzi Bahar, Wako Padangpanjang Suir Syam dan Wako Bukittinggi Ismet Amzis, mantan Wawako Padang Yus­man Kasim dan Ketua DPD REI Sumbar Alkudri yang membacakan orasi “Ketika Dunia Cedera”.

Menurut Halius, puisi ada­lah bahasa hati yang paling jujur. Dan dengan puisi, segala sesuatu menjadi lukisan yang indah di hati. Yang diga­mang­kan Halius dalam orasinya bilamana negeri yang kita cintai ini kehilangan “bahasa” puisi, sehingga teriakan caci maki dan hujatan di sana-sini menjelma menjadi “budaya” baru yang mencemaskan.

Pinto Janir yang mem­bidani acara ini, juga mem­bacakan puisinya sendiri da­lam judul “Rakyat Susah, Su­sah Benar jadi Rakyat”. Se­mentara, sanggar Gastarana yang tercatat be­berapa kali menjadi duta seni Mi­nang­kabau ke berbagai ne­gara ter­sebut tampil dengan sangat memukau. Para artis-artis potensial Forkasmi, tampil sangat menghibur dalam nuan­sa lagu-lagu Minang lama.

Pada kesempatan tersebut, di sebuah orasi setelah mem­baca puisi, Pinto Janir me­nyampaikan keprihatinan ke­bu­dayaan ketika para pelaku seni, terutama tradisi seperti terbiarkan. “Aneh, negeri yang mengaku berbudaya, indah dan gemar-gemar berseni-seni, tapi pelaku seninya se­perti terbiarkan ditiup badai, entah. Sepintaku pada Pak Wali Kota Bukittinggi, Pak Wali Kota Padang dan Pak Wali Kota Padangpanjang, supaya menciptakan atau me­rancang perda hotel ber­bin­tang yang wajib menampilkan seni tradisi Minang setidaknya sekali seminggu,” tutur Pinto.

Gayung bersambut kata berjawab. Baik Ismet, Fauzi Bahar ataupun Suir Syam ber­janji membahas gagasan ini hingga menyusunnya menjadi ranperda. (***)

Sumber: Padang Ekspres • Selasa, 11/09/2012

No comments:

Post a Comment